MAKE A RESERVATION
Home > Articles & Publication > Sekelumit Tentang SC (Cesarian) dan VBAC

Sekelumit Tentang SC (Cesarian) dan VBAC

by. Admin
07 September 2020
Sekelumit Tentang SC (Cesarian) dan VBAC

Bismillahirrahmanirrahim,

Sudah menjadi kewajiban setiap nakes untuk menjelaskan kelebihan, kekurangan dan risiko setiap tindakan apapun yang akan dijalani seorang pasien dan keluarga, terlebih apabila tindakan tersebut tergolong elektif dan terencana, begitu juga dengan saya, untuk setiap klien yang berkonsultasi kepada saya, baik dengan maksud persalinan normal, SC maupun VBAC. Semua dilakukan dengan tujuan memberikan informasi yang cukup untuk membuat keputusan tepat bagi dan dari mereka sendiri, sehingga tidak ada pihak yang merasa disalahkan, karena kita memilih dengan iman dan ilmu. Saya meyakini bahwa HARAPAN ITU MASIH ADA DALAM KEJUJURAN. Memang sungguh berbeda ketika berdiskusi dengan pasien dan keluarga yang sudah memiliki bekal dan ilmu dengan yang belum mempunyai persiapan apa-apa, namun semua tetaplah memerlukan proses dan saya selalu mendorong mereka untuk belajar kepada sumber yang tepat pula.

Dalam persalinan, keselamatan ibu dan bayi adalah target utama, siapapun yang menangani dan dimanapun persalinan itu terjadi. Terlebih bagi mereka yang tergolong dalam kelompok berisiko tinggi maka pendampingan akan lebih intens sejak merencanakan dan sewaktu hamil. Ada beberapa syarat ketat yang akan saya ajukan kepada calon pasien yang menginginkan pendampingan saya, salah satunya adalah dengan mengikuti pertemuan kelas prenatal yang setiap pertemuannya kami akan belajar berbagai pembahasan yang berbeda, hal itu akan dikondisikan sesuai kebutuhan klien. Jika klien tersebut datang dengan kehamilan yang sudah mendekati hpl (>6bulan), saya akan tegas menolak karena itu akan lebih membahayakan bagi kami berdua akibat dari persiapan yang kurang matang.

Karena dunia kebidanan itu sangat luas, mari kita fokuskan bahasan kali ini dengan tema "Pilihan Persalinan Pervaginam Setelah Sesar dan Risikonya" untuk risiko kita kerucutkan lagi yang salah satunya adalah bahasan tentang "Rupture Uteri". Berbahagialah bagi mereka yang masih bisa memilih, ini adalah bukti bahwa rahmat Allah SWT begitu besarnya kepada hambanya. Topic kali ini yang mana kita sama-sama tahu bahwa pilihan persalinan setelah sesar ada 2, yaitu akan SC lagi (berulang/multiple caesarian) dan persalinan pervaginam/normal setelah sesar / vaginal birth after Caesar / VBAC. Kedua pilihan ini sama-sama memiliki risiko, ingat ya Bunda! sama-sama memiliki risiko. Bunda dapat membacanya pelan-pelan sambil direnungkan.

A. RISIKO SC DAN KOMPLIKASINYA

a. Infection / infeksi: Infeksi dapat terjadi pada daerah sayatan pada Rahim dan pada organ pelvic seperti kandung kemih. Infeksi nifas tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas (kesakitan/kecacatan)dan mortalitas (kematian) ibu, baik di Amerika Serikat dan di negara-negara berkembang. Dengan perkiraan 5-20 kali lipat kejadian, sesar merupakan faktor risiko yang paling penting untuk infeksi nifas. Conroy, MD, et al, 2012. (1)

b. Hemorrhage / perdarahan : Terdapat kondisi kehilangan darah yang lebih banyak pada persalinan sesar daripada persalinan pervaginam / normal. Hal ini akan mengarah pada kondisi anemia atau membutuhkan transfuse darah. Di negara berkembang, penyebab utama kematian ibu setelah c-section adalah perdarahan. Di negara-negara maju, di mana perdarahan lebih sering berhasil diobati dan dicegah, penyakit tromboemboli lebih penting diwaspadai. Dengan demikian, emboli paru adalah penyebab utama kematian setelah operasi caesar di Amerika Serikat. (2)

c. Cidera organ : Kemungkinan cidera organ seperti pada usus dan kandung kemih ini terjadi sebanyak 2 dari 10.000 wanita yang menjalani bedah sesar. Berghella, MD, 2015 berpendapat cidera pada kandung kemih atau saluran intestinal terjadi sekitar 1 % dari seluruh persalinan sesar. (3)

d. Adhesions / pelekatan : Jaringan parut dapat terbentuk di dalam daerah pinggul menyebabkan penyumbatan dan rasa sakit. Perlengketan juga bisa menyebabkan komplikasi kehamilan yang akan datang, seperti plasenta previa atau placental abruption.

e. Rawat inap lebih lama : Setelah sesar, normalnya rawat inap 3-5 hari di rumah sakit, jika tidak ada komplikasi. Jika terdapat komplikasi maka rawat inap akan berlangsung lebih lama.

f. Pemulihan lebih lama : Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan setelah operasi caesar dapat berkisar dari minggu sampai bulan, pemulihan yang lama dapat berdampak pada waktu ikatan dengan bayi Anda (1 dari 14 melaporkan nyeri luka insisi selama 6 bulan atau lebih setelah operasi).

g. Reaksi terhadap obat : Terdapat reaksi negatif dari anastesi/bius yang diberikan selama proses sesar atau reaksi negative terhadap obat nyeri yang diberikan setelah prosedur.

h. Risiko operasi tambahan : Termasuk hysterectomy(pengangkatan rahim), perbaikan kandung kemih atau sesar berulang.

i. Kematian ibu : Tingkat kematian ibu untuk sesar lebih tinggi daripada persalinan pervaginam. Dalam sumber lain disebutkan, sementara bukti yang ada menunjukkan tidak ada perbedaan angka kematian ibu saat c-section terencana dibandingkan dengan persalinan pervaginam (2). Menurut pernyataan konsensus terkini oleh American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) terdapat 3,6 kematian untuk setiap 100.000 wanita setelah persalinan vaginal dan 13,3 kematian untuk setiap 100.000 wanita setelah bedah caesar. Komplikasi berat seperti perdarahan dan infeksi juga lebih umum dialami oleh sekitar 8,6 persen wanita setelah kelahiran vagina dan 9,2 persen setelah C-section. (4)

j. Reaksi emosi / trauma emosi : Beberapa wanita setelah menjalani operasi sesar melaporkan perasaan negative tentang pengalaman persalinan mereka dan kemungkinan bermasalah dengan ikatan awal dengan bayinya.

Berikut adalah risiko SC bagi bayi :

Persalinan premature : Jika usia kehamilan tidak dihitung dengan benar, bayi dengan persalinan akan dilahirkan terlalu dini dan memiliki bobot kurang. Hal ini akan menambah risiko kematian bayi akibat BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), hipotermi dan asfiksia.

Permasalahan pernafasan : Dengan persalinan sesar, bayi lebih mungkin memiliki permasalahan respirasi dan pernapasan.Beberapa penelitian menunjukkan adanya kebutuhan yang lebih besar untuk bantuan pernapasan dan perawatan segera setelah bedah caesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam.

Score APGAR rendah : Skor Apgar yang rendah dapat diakibatkan dari anestesi, gawat janin sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan pervaginam memberikan rangsangan alami untuk bayi saat berada di jalan lahir). Bayi yang lahir melalui bedah caesar 50% lebih mungkin untuk memiliki skor Apgar rendah daripada bayi dengan persalinan pervaginam.

Cidera janin : Bayi bisa cidera selama insisi atau trauma akibat instrument operasi (rata-rata 1 atau 2 bayi per 100 akan cidera selama operasi).

B. RISIKO VBAC

Risiko dari VBAC yang paling jelas adalah persalinan yang tidak berhasil dan akhirnya SC. Tapi, penelitian tentang wanita yang mencoba melakukan persalinan setelah sesar (TOLAC : Trial Of Labor After Cesar) menunjukkan bahwa sekitar 60 sampai 80% berhasil menjalani persalinan pervaginam. Yang paling berisiko menyangkut VBAC adalah pecahnya Rahim (rupture uteri), ketika rahim terbuka sepanjang garis bekas luka dari C-section sebelumnya. Jika terjadi pecah rahim, tindakan C-section darurat diperlukan untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk pendarahan berat dan infeksi bagi ibu dan kerusakan otak untuk bayi. Dalam beberapa kasus, Rahim perlu diangkat (histerektomi) untuk menghentikan pendarahan (5). Pembahasan tentang rupture uteri akan dipaparkan setelah ini.

Kejadian keseluruhan dari rupture uteri sangat rendah. Dari tahun 1976 hingga tahun 2012, 25 publikasi yang ditinjau menggambarkan kejadian rupture uteri. Dilaporkan bahwa terdapat 2.084 kasus dari 2.951.297 wanita hamil. Hal itu menandakan angka terjadinya ruptur uteri 1 dari 1.146 kehamilan (0,07%) (6). Dalam sumber yang lain, Fitpatrick KE et al menyebutkan walaupun rupture uteri dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas (kematian dan kesakitan) maternal dan perinatal. Bahkan pada wanita dengan SC sebelumnya yang merencanakan persalinan pervaginam pada kehamilannya sekarang, ini langka terjadi hanya 1 dari 500 wanita. (1)

C. RUPTURE UTERI

1. Rupture uteri VS Dehiscence uteri

Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuita (terputus) dinding Rahim akibat dilampauinya daya regang myometrium. Rupture uteri merupakan komplikasi yang sudah langka atau jarang terjadi dan sering mengancam nyawa ibu dan bayi. Selama ini para tenaga medis hanya memperingatkan kepada Anda tentang rupture uteri tidak dengan dehiscence uteri. Keduanya merupakan peristiwa yang berbeda dan membutuhkan waktu yang berbeda pula dalam penyelamatan ibu dan bayi (8). Namun sangat disayangkan bahwa kedua peristiwa ini dianggap sama oleh sebagian besar nakes sehingga secara tidak langsung menambah jumlah angka kejadian rupture uteri.

Rupture uteri didefinisikan sebagai pemisahan bekas luka lengkap dan tanda klinis terlihat jelas dalam persalinan atau sebelum persalinan. Rupture uteri menjadi alasan untuk menjalani persalinan sesar dan daerah yang robek akan diperbaiki. Pada keadaan ini bedah sesar harus dilakukan mendadak karena ada kemungkinan janin stress dan perdarahan yang hebat dari rahim. Sedangkan dehiscence uteri didefinisikan sebagai pemisahan bekas luka Rahim yang tidak lengkap, merekah sedikit dan klinis okultisme dengan serosa masih utuh. (1)

Kadang-kadang (sekitar 0,7 % melahirkan sesudah bedah sesar terdahulu) jaringan parut menjadi lemah sehingga menimbulkan efek jendela, disebut juga dehiscence uteri. Tetapi bukan robek yang sesungguhnya, meskipun jaringan parut tersebut tipis tidak berpengaruh merugikan bagi ibu dan janin, akan sembuh dengan sendirinya saat Rahim kembali seperti sebelum hamil. Oleh karena itu dehiscence uteri mengalami perdarahan yang lebih sedikit dan risiko yang lebih kecil. Hal ini akan ditemukan pada pemeriksaan klinis dan ultrasonografi. (7)

2. Fakta penyebab kejadian rupture uteri

Kehamilan multiparitas, operasi miomektomi, sesar yang berkali-kali, jenis sayatan sesar, bayi besar, induksi persalinan, persalinan dengan bantuan alat forcep/vacuum dan trauma Rahim, semua itu meningkatkan risiko rupture uteri. Sedangkan keberhasilan VBAC pada persalinan sebelumnya dan perencanaan jarak kehamilan selanjutnya memberikan perlindungan relative yang akan menurunkan prediksi kejadian rupture uteri selanjutnya. Berikut akan saya tuliskan angka kejadian ruptur uteri di berbagai negara yang pernah dilaporkan beserta dengan karakteristiknya.

a. Rupture uteri pada Rahim yang utuh

Rahim yang utuh adalah yang paling rentan pecah dibandingkan dengan Rahim dengan bekas luka. Penelitian selama 10 tahun di Irlandia Studi oleh Gardeil et al menunjukkan bahwa tingkat keseluruhan rupture uteri pada Rahim yang utuh selama kehamilan adalah 1 per 30.764 persalinan (0,0033%). Penelitian dari negara-negara industri mengungkapkan terdapat 174 kejadian ruptur uteri diantara 1.467.534 persalinan. Temuan ini menunjukkan bahwa kejadian rupture uteri pada Rahim yang utuh adalah 0,012% (1 per 8434). Kejadian rupture uteri telah dicatat di negara-negara berkembang yang telah dikaitkan dengan insiden observasi yang diabaikan dan akses rujukan ke fasilitas medis yang tidak memadai. Hal ini dapat terjadi terutama di daerah-daerah pedalaman dengan akses rujukan rumah sakit yang jauh.

b. Rupture uteri oleh paritas ibu (jumlah persalinan)

Banyak peneliti menganggap bahwa jumlah persalinan yang banyak merupakan faktor untuk pecahnya rahim. Gotan et al mencatat bahwa terdapat 19 ruptur uteri dari 61 persalinan(31%) pada wanita dengan paritas lebih dari 5. Schrinsky dan Benson menemukan terdapat 7 ruptur uteri dari 22 wanita (32%) dengan Rahim utuh yang memiliki paritas lebih dari 4. Meskipun demikian kita tahu banyak pula wanita yang sering melahirkan dan beranak banyak semuanya baik-baik saja tentu atas izin Allah.

c. Rupture uteri akibat induksi persalinan pada Rahim yang utuh

Pada tahun 1976, Mokgokong dan Marivate melaporkan terdapat 260 ruptur uteri dari 182.807 persalinan dari Rahim yang utuh dan 32 dari 260(12%) menggunakan induksi oksitosin. Rahman et al menemukan bahwa 9 dari 65 (14%) persalinan, mengalami rupture uteri akibat dari induksi pada Rahim wanita yang utuh.

Induksi persalinan tidak dianjurkan bagi wanita yang akan VBAC.

Zelop et al menemukan bahwa tingkat rupture uteri pada 560 wanita yang menjalani induksi persalinan setelah sebelumnya sesar adalah 2,3% dibandingkan dengan 0,72% untuk 2.214 wanita yang menjalani induksi persalinan setelah melahirkan spontan.

Dari data tersebut memang ditemukan angka kejadian rupture uteri akibat induksi persalinan tidaklah terlalu tinggi, namun induksi persalinan tetap sebagai faktor risiko terjadinya rupture uteri.

Blanchette et al menemukan bahwa tingkat ruptur rahim setelah sebelumnya persalinan sesar ketika persalinan diinduksi adalah 4% dibandingkan dengan 0,34% untuk wanita yang sebelumnya melahirkan secara spontan. Temuan terakhir ini menunjukkan 12 kali lipat peningkatan risiko pecahnya rahim bagi wanita yang menjalani induksi persalinan setelah sesar sebelumnya.

Data pada metode mekanik induksi persalinan untuk pematangan serviks terbatas tapi meyakinkan. Dalam serangkaian kasus kecil, Bujold et al tidak menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat ruptur uteri dari 1,1% untuk persalinan spontan, 1,2% untuk induksi dengan amniotomi dengan atau tanpa oksitosin dan 1,6% untuk induksi oleh transervikal Foley kateter (P = 0,81 ). Sebaliknya, Hoffman et al melaporkan 3,67 kali lipat peningkatan risiko ruptur uteri dengan penggunaan Foley kateter untuk preinduction pematangan serviks. Banyak dari pasien menerima oxytocin bersamaan dengan penerapan transervikal Foley kateter.

d. Rupture uteri oleh kelainan rahim kongenital

Dalam sebuah artikel, Nahum melaporkan bahwa kelainan Rahim kongenital mempengaruhi sekitar 1 dari 200 wanita. Dalam kasus tersebut, dinding uteri normal cenderung menjadi tipis seperti kehamilan sebelumnya dan ketebalan dapat menjadi tidak konsisten atas aspek-aspek yang berbeda dari otot Rahim. Ravasia melaporkan kejadian rupture uteri 2 dari 25(8%) pada wanita dengan kelainan Rahim kongenital dibandingkan dengan 11 dari 1788(0,61 %) pada wanita dengan Rahim normal yang mencoba VBAC. Dua kasus uteri tersebut terlibat dengan induksi persalinan dengan prostaglandin E2.

e. Rupture uteri dari operasi miomektomi sebelumnya

Brown et al melaporkan bahwa diantara 120 wanita yang menjalani operasi miomektomi transabdominal sebelumnya,tidak ada rupture uteri yang terjadi dan 80% bayi dapat dilahirkan pervaginam. Dalam sebuah studi prospektif dari Jepang, tidak ada kejadian rupture uteri antara 59 pasien yang menjalani persalinan pervaginam setelah sebelumnya menjalani operasi miomektomi laparoskopi. Laporan tersebut tidak dapat menggambarkan faktor-faktor yang dianggap penting untuk menilai risiko rupture uteri berikutnya. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyelediki masalah ini.

f. Rupture uteri oleh VBAC

Pengaruh sesar sebelumnya pada risiko rupture uteri telah dipelajari secara ekstensif. Dalam meta analisis, Mozurkewich dan Hutton menggunakan data yang dikumpulkan dari 11 studi dan menunjukkan bahwa rupture uteri dari wanita yang menjalani TOLAC (Trial Of Labor After Ceasar) sebesar 0.39%. Kemungkinan robekan rahim memang lebih tinggi (0,5-1,0%) pada VBAC daripada rahim tanpa bekas luka parut. Robekan rahim dapat didiagnosis dengan mengevaluasi pola kecepatan jantung janin, mengamati bentuk perut calon ibu dan memantau tekanan darah ibu. Tanda awal dan gejala rupture uteri biasanya tidak spesifik, hal ini membuat sulit menentukan diagnosis dan terkadang menunda untuk penanganan lebih lanjut. Dibutuhkan waktu 10-30 menit untuk melakukan rujukan sebelum kesakitan janin menjadi tidak dapat dihindari. Kesakitan janin ini terjadi akibat dari perdarahan, kekurangan oksigen pada janin ataupun keduanya terjadi bersamaan.

Beberapa studi menunjukkan keunggulan perlindungan berkaitan dengan tingkat ruptur uteri jika seorang wanita telah menjalani VBAC yang sukses sebelumnya. Ada beberapa penjelasan potensial, tetapi 2 yang paling jelas yaitu bahwa sukses VBAC pada persalinan sebelumnya adalah dengan upaya memastikan bahwa 1) panggul ibu telah diperiksa dan bahwa tulang panggul cukup untuk dilewati bagian dari janin dan 2) integritas dari bekas luka uterus telah diperiksa sebelumnya dalam kondisi stress / ketegangan selama persalinan dan melahirkan yang cukup untuk menghasilkan persalinan pervaginam tanpa ruptur uteri.

Mercer et al menemukan bahwa tingkat ruptur uteri menurun setelah VBAC pertama yang berhasil, tapi tidak menunjukkan efek perlindungan tambahan sesudahnya. Tingkat ruptur uteri adalah 0,87% tanpa VBAC sebelumnya, 0,45% bagi mereka dengan satu VBAC sukses sebelumnya, 0, 38% bagi mereka dengan dua atau lebih sukses VBAC sebelumnya. Sedangkan data Pooled dari 5 studi menunjukkan tingkat ruptur uteri meningkat dari 1,4% (1 per 73) di usaha yang gagal VBAC, yang diperlukan bedah caesar berulang dalam persalinannya.

Berdasarkan kejadian rupture uteri di atas Anda dapat mengetahui bahwa risiko rupture uteri dapat menghampiri siapapun wanita yang akan melahirkan, tidak hanya mengkhususkan diri terhadap wanita yang akan menjalani VBAC. Dan perlu diketahui tentang pentingnya mempersiapkan VBAC, terutama mengenai fasilitas rujukan rumah sakit terdekat. Risiko absolut dari ruptur uteri pada kehamilan adalah rendah, tetapi sangat bervariasi tergantung pada subkelompok pasien. Strategi pencegahan yang paling langsung untuk meminimalkan risiko ruptur uteri yang berhubungan dengan kehamilan adalah untuk meminimalkan jumlah pasien yang berisiko tinggi.Variabel penting yang harus didefinisikan dalam hal ini adalah ambang batas untuk variable yang dianggap sebagai risiko yang bisa ditoleransi. Meskipun pilihan ini akhirnya sewenang-wenang, harus mencerminkan toleransi risiko yang berlaku untuk pasien, dokter, dan masyarakat secara keseluruhan. (6)

3. Realita VBAC di dunia

Di negara-negara lain, sebagian besar tenaga kesehatan tidak memaksa agar wanita yang sudah lebih dari sekali menjalani bedah sesar mencoba melahirkan lewat vagina, tetapi banyak yang menghargai keinginan calon ibu untuk melahirkan per vaginam jika calon ibu tersebut sudah mendapatkan informasi cukup dan mempunyai motivasi kuat untuk VBAC. Sedangkan di Indonesia, mayoritas tenaga medis memberikan berbagai persyaratan dengan istilah “toleransi” terhadap VBAC dan secara administrasi jaminan layanan kesehatan akan mempersulit wanita yang mempunyai keinginan untuk VBAC di rumah sakit karena rujukan persalinan normal hanya untuk puskesmas, tetapi puskesmas akan menolak pasien bersalin dengan riwayat sesar dikarenakan termasuk golongan risti (risiko tinggi). Maka yang terjadi adalah wanita dengan riwayat sesar akan mencari provider (bidan atau dokter) yang bersedia mendampingi proses VBAC bagi dirinya dimanapun.

Pada tahun 2010, National Institutes of Health (NIH) meminta panel ahli untuk meninjau bukti ilmiah tentang masalah ini karena beberapa rumah sakit AS telah melarang persalinan pervaginam setelah ibu menjalani bedah Caesar dan banyak dokter yang menasihati terhadap mereka. Panel NIH merekomendasikan bahwa "mencoba persalinan" yang berarti upaya yang direncanakan untuk melahirkan melalui vagina adalah "pilihan yang wajar" bagi banyak perempuan hamil yang memiliki satu sesar.

Dalam pedoman terbaru yang berkaitan dengan VBAC pada bulan Agustus 2010, American Congress of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) mengadopsi rekomendasi untuk tidak membatasi akses perempuan untuk VBAC. Beberapa bulan kemudian, ACOG memperbarui pedoman, memperluas rekomendasi NIH dan menyarankan persalinan pervaginam setelah operasi caesar adalah "pilihan yang aman dan tepat bagi kebanyakan wanita" termasuk wanita yang telah menjalani dua kali sesar dan mereka yang mengandung anak kembar. (9)

4. Kehamilan dan persalinan dalam Al-Qur’an

Allah SWT memberikan keistimewaan bagi semua wanita terutama bagi wanita hamil, yang akan diberikan kemuliaan oleh Allah jika menjalani kehamilan dengan ikhlas sesuai Al-Qur’an dan Sunnah. Saya tersenyum saat membaca sebuah pernyataan dari seseorang yang “professional” di bidangnya, bahwa proses persalinan tidak ada hubungannya dengan tawakal. Dalam Al-Qur’an kita dapat dengan mudah menemukan ayat sebuah proses penciptaan manusia yang begitu sempurna hingga proses kehamilan dan persalinan, dimana semua proses tersebut atas campur tangan Allah SWT. Hal itu menunjukkan bahwa yang berhak memutuskan hamil dan melahirkan, begitu juga dengan prosesnya, hanya Dia-lah Yang Maha Menciptakan. Lalu kepada siapakah kita dapat bergantung saat menghadapi permasalahan dalam sebuah proses persalinan?? Jawaban kita akan berbeda saat akidah kita juga berbeda.

Qur’an Surat Fatir Ayat 11

“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan, tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya melainkan sudah ditetapkan dalam Kitab. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah”.

Qur’an Surat Taubah Ayat 160

“Jika Allah menolong kamu maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan) maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal”.

Data di atas semakin menunjukkan betapa lemahnya manusia dan Maha Perkasanya Allah. Setiap peristiwa yang kita jalani seharusnya terus menambah keimanan dan ketakwaan. Ketika seseorang membaca postingan saya mengenai keberhasilan pasien VBAC, kemudian menyatakan bahwa postingan saya tersebut hanyalah sebuah testimoni, saya akan berkompromi akan hal itu. Silahkan menganggap berbagai cerita keberhasilan VBAC hanya testimoni, namun kumpulan testimoni yang ada di seluruh dunia, menunjukkan rendahnya angka kejadian rupture uteri oleh VBAC. Dan kemudian dapat menyumbangkan kumpulan case report untuk keilmuan. Sesungguhnya Kesombongan Hanya Milik Allah, semoga saya bukan termasuk didalamnya. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan saya kurang berkenan untuk Anda. Astagfirullah hal’adzim.

Jazakumullah khoiron katsir.

-Bidan Wina, Natural Birth Care-

#beautyofbirth

A. Al-Qur'an

B. Sumber lain :

1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410505/

2. https://www.openanesthesia.org/c-section_morbidity/

3. http://www.uptodate.com/contents/c-section-cesarean-delivery-beyond-the-basics

4. http://www.acog.org/Resources_And_Publications/Obstetric_Care_Consensus_Series/Safe_Prevention_of_the_Primary_Cesarean_Delivery.

5. http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/VBAC/in-depth/VBAC/art-20044869

6. http://reference.medscape.com/article/275854-overview#showall

7. https://books.google.co.id/books?id=JFIhmEZ124IC&pg=PA289&lpg=PA289&dq=dehiscence+rahim+adalah&source=bl&ots=VGJEsdXu5t&sig=FTKELweQQfuJqV4Ny7B9_yb24zE&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinq_TurqTOAhUIuo8KHVeZDfgQ6AEIRzAF#v=onepage&q=dehiscence%20rahim%20adalah&f=false

8. http://community.babycenter.com/post/a23275749/uterine_dehiscence_vs._uterine_rupture?cpg=2

9. http://www.livescience.com/19027-repeat-cesarean-section-vaginal-delivery.html#

10. www.greenjournal.org/cgi/content/abstract/111/2/285

11. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2011

Read other articles & publications:
SEBERAPA PENTING MENJAGA TUBUH TERHIDRASI SELAMA HAMIL?
Tentu, menjaga tubuh terhidrasi selama keh...
MENGENAL PRE-EKLAMSIA
Kehamilan adalah perjalanan yang penuh tan...
TES POSTCOITAL (SERI PEMERIKSAAN KESUBURAN PRIA)
Tes postcoital, atau disebut juga tes post...